Sabtu, 13 Januari 2018

"Aksi Tunggal Zainul di PDAM"



Zainul oh Zainul
oleh: Taufik Rahman
(Anggota LPM SUKMA Banjarmasin)



Keterangan foto : Aksi Tunggal, mahasiswa kalsel mencuci baju dan sikat gigi di depan kantor PDAM Bandarmasih
----

Jika aparat menyebut lone wolf pelaku teror yang melakukan aksi terornya sendirian, maka belum ada istilah yang dinisbatkan kepada pendemonstrasi tunggal seperti apa yang dilakukan oleh Zainul Muslihin pada 8 Agustus lalu di depan kantor PDAM Bandarmasih. “Aksi solo”nya itu –jika boleh disebut demikan menuntut untuk pencabutan kebijakan pemakaian minimum dari PDAM Bandarmasih, 5 m3 untuk Golongan Rumah Tangga A1-1 dan A1-2 serta 10 m3 untuk golongan lainnya, penerapan beban tetap tersebut dinilai Zainul telah mengambil hak rakyat, karena masyarakat membayar apa yang tidak dipakainya.

Aksi seorang diri tersebut sontak mendapat banyak komentar positif di media sosial. Tetapi aksi tersebut bagi penulis pribadi tidak hanya tentang protes terhadap pemberlakuan beban tetap yang diterapkan oleh PDAM Bandarmasih, tetapi secara substansial jika dinilai dengan seksama ada dua hal yang seolah ingin ditunjukkan olehnya. Pertama, sebagai mahasiswa Zainul ingin menunjukan bahwa tugas kaum terdidik itu bukan hanya belajar di bangku kuliah semata, dijejali berbagai macam teori tetapi tidak tahu mesti berpihak kemana. Aksi solonya ini menunjukan bahwa pelajaran bukan hanya untuk mengisi kepala, lulus lalu bekerja. Ini adalah tentang keberpihakan kaum terdidik kepada masyarakatnya, keberpihakan orang yang mengerti akan kebijakan dan permasalahan yang terjadi tidak pro kepada rakyat. Akhirnya, aksi ini juga menunjukan bahwa pada hakikatnya, terdidik tidak mengabdi kepada menara gading, tetapi kepada masyarakat dan rakyatnya.

Kedua, lewat aksi yang dilakukan seorang diri itu, ia ingin mengajak warga Banjarmasin yang terkena langsung dampak kebijakan itu untuk sama-sama mengemukakan protes. Sebagaimana yang telah kita ketahui, terlalu banyak orang yang sebetulnya tidak setuju terhadap suatu kebijakan tetapi tidak mengemukakan pendapatnya atau silent majority. Aksi demonstrasi itu secara tidak langsung berbicara kepada seluruh warga Banjarmasin “Ini dadaku, mana dadamu?”. Tantangan itu akan dijawab oleh warga Banjarmasin pada tanggal 14 Agustus 2017 nanti, apakah mereka terpanggil untuk ikut menyuarakan protes terhadap kebijakan itu? atau hanya menjadi penonton saat hak-haknya dibela oleh seorang Zainul.
-----

MEMANFAATKAN DEMOKRASI

Inilah pada akhirnya ujian sebenarnya dari reformasi yang diperjuangkan pada 1998 lalu. Dahulu ketika ditekan oleh Soekarno saat ia menjadikan dirinya presiden seumur hidup, mahasiswa tetap berdemonstrasi dan meruntuhkan orde lama. Pun juga dengan Orde Baru, tidak mampu menahan gelombang demonstrasi yang memprotesnya, walaupun saat itu kebebasan berpendapat masih sangat tabu untuk dikemukakan dengan lantang dihadapan umum. Namun kini, ketika hak mengemukakan pendapat itu di lindungi undang-undang dan dijamin sebagai bagian dari proses demokrasi, mengapa kita justru tidak memanfaatkannya untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan kita?, atau jangan-jangan mahasiswa dan warga masyarakatnya sendiri kini telah menarik diri untuk tidak berani memberikan protes terhadap kebijakan yang kurang berpihak kepada mereka. Sehingga hanya menyisakan seorang Zainul Muslihin untuk sendirian berdemonstrasi.

Kini, bola api sedang dilemparkan kepada warga kota yang merasa membayar sesuatu yang tidak pernah dipakainya. Apakah mereka berani untuk sama-sama melakukan protes atau tidak, pilihan tetap ada pada mereka. Tetapi yang jelas, protes terhadap kebijakan pemakaian minimum 5 m3 untuk Golongan A1-1 dan A1-2 PDAM Bandarmasih mencerminkan masih hidupnya nurani disebagian kita. Protes dan menjaga nurani untuk selalu hidup itu penting bagi manusia, karena tanpa nurani manusia tidak ada bedanya dengan makhluk-makhluk lainnya. Bahkan, malaikat sekalipun mempertanyakan kepada Tuhan ketika Tuhan hendak menjadikan manusia di muka Bumi sebagai khalifah.
----

MENGKAJI ULANG KEBIJAKAN

Tentu, penulis berhemat sudah semestinya bagi pihak PDAM Bandarmasih untuk mengkaji ulang kebijakan beban tetap atau pemakaian minimum ini, terlebih untuk golongan A1-1 dan A1-2 yang terkena batas pemakaian minumum sebanyak 5 m3.
----

KONKLUSI

Sejatinya, tidak akan ada asap tanpa api. Tidak akan ada protes jika tidak ada pihak yang keberatan, begitulah untuk terus dan seterusnya. Jika kebijakan yang diprotes itu tidak dievaluasi oleh pihak PDAM Bandarmasih, maka bukan tidak mungkin akan muncul protes-protes serupa dilakukan oleh warga Kota Banjarmasin.

Akhirnya pula, semoga mahasiswa dan warga kota Banjarmasin bukanlah “minion” seperti yang diungkapkan oleh Bre Redana makhluk yang konon produk evolusi dari organisme sel tunggal yang hanya memiliki satu motivasi: menghamba kepada tuan yang gemar melakukan kejahatan. 

Tetapi mereka adalah benar-benar manusia yang memiliki nurani dan berani mengemukakan pendapat terhadap ketidak setujuannya kepada suatu kebijakan. Wallahu ‘alam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar